Salam Silaturahmi :

Segenap Pengurus Foksika PMII Jawa Timur Mengucapa terima kasih kepada semua pihak atas sumbangsih dalam acara pelantikan KORWIL FOKSIKA PMII JATIM.

Menurut sahabatm sikap Foksika dalam Pilgub Jatim ?

Jumat, 16 Mei 2008

http://www.pmii-jatim.org/

Selamat atas terbitnya WEBsite PMII Jatim, semoga segala aspek informasi dan apapun yang mengenai PMII jatim dapat di kabarkan kepada semua kader, maupun pihak luar.

Minggu, 11 Mei 2008

Susunan Pengurus

Susunan Pengurus Koordinator Wilayah
Forum Komunikasi dan Silaturahmi Keluarga Alumni
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Korwil FOKSIKA PMII Periode 2007 – 2010

MAJELIS PERTIMBANGAN

KETUA : Ali Maschan Musa
SEKRETARIS : Roziky
ANGGOTA : Masykur Hasyim
: Rozy Syata
: Wari Zein
: Imam Yahya Malik
: Abdus Somad Bukhori
: Son Haji Sholeh
: Sulaiman Fadly

MAJELIS PAKAR
KETUA : Ridwan Nazir
SEKRETARIS : Kacung Marijan
ANGGOTA : Hamid Syarif
: Toha Hamim
: Roni Sya’roni
: Abu Amar Yusuf
: Mas’ud Said

: Fadly Havera
: Ali Tobri
: Achmad Syarief

: Suroso
: Nur Syam
: Abdul Haris
: Misbchul Munir

MAJELIS PENGURUS

KETUA : Ibnu Anshori
WAKIL KETUA : Mujahid Anshori
: Saeroji
: Mahfud M. Nur

: Nico Ainul Yakin

: Imam Nahrawi

: Arif Junaidi

: Dewi

: Muchid Efendi


SEKRETARIS : Annys Zakaria Erfani
WAKIL SEK. : Hendro T.S.
: Zainul Arifin
: Imam Syai’i
: Anwar Sadad
: Yeni
: Ubed
: Pitono
: Faidhol Mubarok
BENDAHARA : Khoirul Umami
WAKIL BEND. : M. Siroj
: Edy Susanto
: Romadhlon Sukardi
: Darwis Mashar
: Furqon

LEMBAGA / BADAN

1. Jatmiko
2. Sunan Fanani
3. Ashari Zubair
4. khoirudin Abbas
5. Ana Mufidah
6. Rudolf Kristanto
7. Syahril (putra KH Achmad Sidiq)
8. Robikin Emhas
9. Aris Sugiarto
10. Hizbul Wathon
11. Nur Hasyim
12. Harun Al-Rasyid
13. Machrus Ali
14. Yanto Surya
15. Kholik Baya
16. Miftakhul Syurur
17. Nur Sofyan
18. Kurniawan Muhammad
19. Fandi Achmad

Ket: Penempatan susunan kepengurusan di lembaga atau badan akan dipertimbangkan, hal ini terkait dengan keahlian/keprofesian

Sabtu, 10 Mei 2008

Anggaran Rumah Tangga

Anggaran Rumah Tangga
Forum Komunikasi dan Silaturahmi Keluarga Alumni
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(FOKSIKA PMII)


BAB I
LAMBANG ORGANISASI


Pasal 1
1. Lambang organisasi meliputi logo dan bendera
2. Logo dan bendera seperti logo dan bendera yang dimiliki Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia dengan penambahan kata FOKSIKA PMII
yang mengelilingi logo tersebut.

3. Lambang sebagaimana ayat (2) diatas dipergunakan dalam kop surat dan
stempel organisasi

BAB II
PENDIRIAN FOKSIKA WILAYAH

Pasal 2

1. Pendirian coordinator wilayah FOKSIKA PMII dapat dilakukan disetiap ibu
kota propinsi diseluruh wilayah Indonesia
2. Pendirian Koordinator Wilayah FOKSIKA PMII diselenggarakan sekurang-
kurangnya terdapat 3 (tiga) FOKSIKA Daerah
3. Proses pendirian Koordinator Wilayah FOKSIKA PMII sepenuhnya
diserahkan kepada para pemrakarsa wilayah dan hasilnya dilaporkan
kepada Koordinator Nasional FOKSIKA PMII untuk pengukuhan.

Pasal 3
1. Koordinator FOKSIKA PMII wilayah dapat digugurkan statusnya apabila
tidak dapat menjalankan roda organisasi secara baik dan efektif selama
masa kepengurusannya
2. Standar minimum yang menjadi kualifikasi FOKSIKA PMII Wilayah adalah
amanah musyawarah wilayah yang diselenggarakan sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) tahun


Pasal 4

1. Kepengurusan Koordinator FOKSIKA PMII Wilayah dianggap sah apabila
merupakan hasil musyawarah wilayah yang telah dilaporkan kepada
Koordinator Nasional FOKSIKA PMII
2. Kepengurusan Koordinator FOKSIKA PMII Wilayah harus menjalankan
ketentuan AD/ART keputusan Musyawarah Nasional, Peraturan dan
Ketentuan-ketentuan organisasi dan keputusan-keputusan musyawarah
wilayah

BAB III
PENDIRIAN FOKSIKA DAERAH

Pasal 5
1. Pendirian FOKSIKA PMII Daerah dapat dilakukan disetiap ibukota daerah
kabupaten/kota dan ibukota daerah kota kabupaten/kota diseluruh wilayah
Republik Indonesia
2. Pendirian FOKSIKA PMII daerah dipersyaratkan sekurang-kurangnya telah
mempunyai 25 anggota
3. Proses pendirian FOKSIKA PMII daerah sepenuhnya diserahkan kepada
para pemrakarsa didaerah dan hasilnya dilaporkan kepada FOKSIKA PMII
Koordinator Wilayah untuk dikukuhkan
4. Dalam Hal Koordinator Wilayah FOKSIKA PMII sebagaimana dimaksud di
angka 3 belum terbentuk, hasil proses pendirian FOKSIKA PMII daerah
dilaporkan kepada Koordinator Nasional FOKSIKA PMII untuk dikukuhkan


Pasal 6
1. Kepengurusan FOKSIKA PMII Daerah dapat digugurkan statusnya apabila
tidak dapat menjalankan roda organisasi secara baik dan efektif selama
masa kepengurusannya
2. Standar program minimum yang menjadi kualifikasi FOKSIKA Daerah
adalah amanat Musyawarah Daerah yang diselenggarakan sekurang-
kurannya sekali dalam 3 (tiga)( tahun

Pasal 7
1. Kepengurusan FOKSIKA Daerah dianggap sah apabila merupakan hasil
Musyawarah Daerah yang telah dilaporkan ke Koordinator Wilayah
Foksika PMII
2. Dalam hal Koordinator Wuilayah FOKSIKA PMII belum terbentuk, laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaportkan kepada Koordinator
Nasional FOKSIKA PMII
3. Kepengurusan FOKSIKA PMII Daerah harus menjalankan ketentuan
AD/ART, peraturan-peraturan organisasi, keputusan Musyawarah
Nasional, keputusan MUsyawarah Wilayah, dan hasil hasil Musyawarah
Daerah di masing-masing FOKSIKA PMII Daerah

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 8
1. Anggota Biasa
Setiap Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia yang telah 3 tahun menyelesaikan masa studinya

2. Telah mencapai usia diatas 33 tahun dan/atau pernah menjadi
anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

3. Anggota kehormatan adalah anggota yang dianggap berjasa kepada
FOKSIKA PMII yang ditetapkan KORNAS PMII dengan berdasarkan
kriteria-kriteria yang diatur kemudian

3. Keanggotaan FOKSIKA PMII berakhir apabila

  1. Mengundurkan diri
  2. Meninggal dunia
  3. Diberhentikan


BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 9
1. Hak Anggota

  1. Hak anggota biasa berhak untuk dipilih dan memilih
  2. Anggota Kehormatan berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul, pertanyaan-pertanyaan secara lisan maupun tertulis

2. Kewajiban Anggota:

  1. Anggota berkewajiban mematuhi AD/ART, peraturan-peraturan lainnya serta mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan FOKSIKA PMII
  2. Anggota berkewajiban menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, bangsa dan organisasi


BAB VI
PERMUSYAWARATAN


Pasal 10
Musyawarah Nasional

1. Musyawarah Nasional merupakan Forum tertinggi dalam organisasi
2. Musyawarah Nasional dihadiri oleh utusan-utusan korwil dan korda serta
undangan yang ditetepkan Kornas FOKSIKA PMII
3. Musyawaran Nasional sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
separuh lebih satu dari jumlah korwil dan korda yang sah
4. Diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali
5. Musyawarah Nasional bertugas:

  1. Menetapkan/merubah AD/ART FOKSIKA PMII
  2. Membuat dan menyusun program
  3. Menetapkan ketua dan formatur


Pasal 11
Musyawarah Wilayah

1. Musyawarah Wilayah dihadiri utusan Korda
2. Dapat berlangsung apabila dihadiri 2/3 dari jumlah korda
3. Diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali
4. Musyawarah Wilayah bertugas:

  1. Menyusun Program kerja Koordinator Wilayah
  2. Memilih Ketua Koordinator Wilayah


Pasal 12
Musyawarah Daerah
1. Musyawarah Daerah diikuti oleh sekurang-kurangnya 50 anggota
2. Diselenggarakan 3 (tiga) tahun sekali
3. Musyawarah Daerah bertugas

  1. Menyusun program kerja Koordinator Daerah
  2. Memilih Ketua Koordinator Daerah
BAB VII
LEMBAGA-LEMBAGA

Pasal 13
Lembaga adalah badan yang dibentuk oleh majelis pengurus disemua tingkatan yang disesuaikan kebutuhan


BAB VIII
FUNGSI DAN TUGAS

Pasal 14

1. Majelis Pertimbangan

  • Tugas dan fungsi Majelis Pertimbangan, memberikan pertimbangan dan saran bagi pengembangan FOKSIKA kepada Majelis Pengurus baik diminta maupun tidak.

2. Majelis Pakar

  • Tugas dan Fungsi Majelis Pakar, memberikan gagasan dibidang intelektual dan profesi kepada Majelis Pengurus

3. Majelis Pengurus

  • Tugas dan fungsi Majelis Pengurus, menjalankan segala ketentuan yang ditetapkan Musyawarah, AD/ART, Peraturan Organisasi serta memperhatikan pertimbangan, nasihat dan saran Majelis Pertimbangan dan Majelis Pakar


BAB IX
PENUTUP

Pasal 15

1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan
ditetapkan oleh Koordinator Nasional dalam Peraturan Organisasi
2. Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan oleh Musyawarah Nasional dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan


Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tangga : 26 September 2003

PIMPINAN SIDANG PLENO
MUSYAWARAH NASIONAL III FOKSIKA PMII TAHUN 2003

KETUA SEKRETARIS

ttd ttd

Drs. Isa Muchsin Drs. Mundiharno, M.Si

ANGGARAN DASAR

Anggaran Dasar
Forum Silaturahmi dan Komunikasi Keluarga Alumni
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(FOKSIKA PMII)

Mukadimah
Bismillahirrohmanirrohim

Bahwa Pembangunan Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya yang di ridhoi Allah SWT untuk mencapai cita-cita terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Bahwa alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dalam fitrahnya melekat nilai-nilai ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, merupakan objek dan sekaligus nasional. Menyadari akan fungsi dan peranannya dan sesuai disiplin ilmu yang pernah di pelajarinya di Perguruan Tinggi, proses pemantapan ketrampilan, keahlian (profesionalisme) dalam berbagai bidang kehidupan telah mengantarkan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tersebar diberbagai bidang kegiatan.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka dipandang perlu dan telah tiba saatnya alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menghimpun diri dalam satu wadah sebagai forum komunikasi dan silaturahmi bagi para anggota. Dengan demikian diharapkan alumni PMII dapat meningkatkan peran dan partisipasi dalam pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Pemikiran itu, merupakan kelanjutan dari pemikiran yang sudah tumbuh berkembang dalam perjalanan kehidupan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Kemudian dengan rahmad Allah SWT serta didorong oleh keinginan untuk mengambil bagian dan peranan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia telah bersepakat untuk membentuk wadah bagi para anggotanya dengan Anggaran Dasar yang disusun sebagai berikut.


BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Organisasi ini bernama Forum Komunikasi dan Silaturahmi Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, selanjutnya disingkat FOKSIKA PMII


Pasal 2
FOKSIKA PMII didirikan berdasarkan hasil Musyawarah Nasional AlumniPMII di Jakarta pada tanggal 17 Shafar 1409 H bertepatan pada tanggal 29 September 1988


Pasal 3
Koordinator Nasional FOKSIKA PMII berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia

BAB II
ASAS, SIFAT DAN TUJUAN

Pasal 4
FOKSIKA PMII berasaskan Islam

Pasal 5
FOKSIKA PMII bersifat kekeluargaan, keprofesian, keilmuan dan kemasyarakatan.

Pasal 6
FOKSIKA PMII bertujuan terbinanya pengembangan kualitas, sumberdaya manusia yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, berpengetahuan tinggi dan berprestasi nyata sebagai pengalaman ilmu dalam pelbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pasal 7
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, FOKSIKA PMII melakukan usaha-usaha:

1. Membina dan mengembangkan serta meningkatkan hubungan silaturahmi dan kekeluargaan diantara anggota;

2. Membina dan membantu pengembangan karir dan profesi para anggota;

3. Melaksanakan berbagai kegiatan ilmiah, pengkajian, penelitian dan pengembangan jaringan organisasi serta pengabdian masyarakat;

4. Membantu upaya peningkatan dan pengembangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia;

5. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran Islam

BAB III
KEANGGOTAAN

Pasal 8
Anggota FOKSIKA PMII terdiri dari:

  1. Anggota Biasa
  2. Anggota Kehormatan

BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 9
Susunan FOKSIKA PMII terdiri atas:

  1. Pengurus Koordinator Nasional
  2. Pengurus Koordinator Wilayah
  3. Pengurus Koordinator Daerah

Pasal 10

  1. Ditiap daerah dimana terdapat sekurang-kurangnya 25 orang anggota dapat membentuk Pengurus Daerah
  2. Ketentuan mengenai pembentukan dan pembubaran Koordinator Wilayah dan Pengurus Wilayah Foksika PMII diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART)

BAB V

KEPENGURUSAN

Pasal 11

Pengurus Koordinator Nasional

  1. Kepengurusan FOKSIKA PMII ditingkat nasional disebut Koordinator Nasional
  2. Koordinator Nasional berfungsi untuk mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan memberikan motivasi serta informasi kegiatan koordinator wilayah dan Pengurus Daerah FOKSIKA PMII
  3. Koordinator Nasional dibentuk melalui Musyawarah Nasional
  4. Koordinator Nasional melaksanakan amanat Musyawarah Nasional dan melaporkannya kepada Musyawarah Nasional

Pasal 12

1. Koordinator Nasional terdiri dari:

  • Majelis Pertimbangan
  • Majelis Pakar
  • Majelis Pengurus

2. Fungsi dan tugas Majelis Pertimbangan, Majelis Pakar, dan Majelis
Pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

3. a. Majelis Pertimbangan terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

b. Majelis Pakar terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

c. Majelis Pengurus terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Bendahara
  • Wakil bendahara
  • Lembaga-lembaga/badan-badan

4. a. Majelis pengurus dapat membentuk Lembaga atau badan yang
dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan

b. Pembentukan lembaga atau badan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga


Pasal 13
Pengurus Koordinator Wilayah

  1. Pengurus Koordiantor Wilayah FOKSIKA PMII dibentuk melalui Musyawarah Wilayah
  2. Koordinator Wilayah melaksanakan ananat Musyawarah Wilayah
  3. Pengurus Koordinator Wilayah FOKSIKA PMII hasil Musyawarah Wilayah dilaporkan kepada Koordinator Nasional FOKSIKA PMII

Pasal 14
1. Koordinator Wilayah terdiri dari:

  • Majelis Pertimbangan
  • Majelis Pakar
  • Majelis Pengurus


2. Fungsi dan tugas Majelis Pertimbangan, Majelis Pakar, dan Majelis Pengurus diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga

3. a. Majelis Pertimbangan terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

b. Majelis Pakar terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

c. Majelis Pengurus terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Bendahara
  • Wakil bendahara

4. Lembaga-lembaga/badan-badan

a. Majelis Pengurus dapat membentuk Lembaga atau badan yang
dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan

b. Pembentukan lembaga atau badan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga

Pasal 15
Pengurus Koordinator Daerah

1. Pengurus Koordiantor Daerah FOKSIKA PMII dibentuk melalui
Musyawarah Daerah

2. Koordinator Daerah melaksanakan ananat Musyawarah Daerah, dan
dilaporkan kepada Koordinator Wilayah FOKSIKA PMII

Pasal 16
1. Koordinator Daerah terdiri dari:

  • Majelis Pertimbangan
  • Majelis Pakar
  • Majelis Pengurus

2. Fungsi dan tugas Majelis Pertimbangan, Majelis Pakar, dan Majelis Pengurus diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga

3. a. Majelis Pertimbangan terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

b. Majelis Pakar terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Anggota

c. Majelis Pengurus terdiri atas:

  • Ketua
  • Wakil-wakil ketua
  • Sekretaris
  • Wakil-wakil sekretaris
  • Bendahara
  • Wakil bendahara

4. Lembaga-lembaga/badan-badan

a. Majelis Pengurus dapat membentuk Lembaga atau badan yang
dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan

b. Pembentukan lembaga atau badan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga


BAB VI
PERMUSYAWARATAN

asal 17
Musyawarah FOKSIKA PMII terdiri atas:

  1. Musyawarah Nasional
  2. Musyawarah Wilayah
  3. Musyawarah Daerah


Pasal 18
1. Musyawah Nasional diadakan setiap3 (tiga) tahun sekjali
2. Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Nasional dapat dipercepat atau
ditunda oleh Koordinator Nasional atas persetujuan sekurang-kurangnya
separuh jumlah FOKSIKA PMII Daerah

Pasal 19

1. Musyawarah Wilayah diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali
2. Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Wilayah dapat dipercepat atau
ditunda oleh FOKSIKA PMII Wilayah atas persetujuan sekurang-kurangnya
separuh jumlah anggota FOKSIKA PMII Daerah

Pasal 20

1. Musyawah Daerah diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali
2. Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Daerah dapat dipercepat atau
ditunda oleh FOKSIKA PMII Daerah atas persetujuan sekurang-kurangnya
separuh jumlah anggota FOKSIKA PMII Daerah


BAB VII
KUORUM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 21
Musyawarah FOKSIKA PMII adalah sah, apabila memenuhi kuorum sebagai berikut:

  1. Untuk Musyawarah Nasional apabila dihadiri lebih dari dua pertiga jumlah FOKSIKA PMII daerah
  2. Untuk Musyawarah Wilayah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota FOKSIKA Daerah
  3. Untuk MUsyawarah Daerah dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota

Pasal 22

1. Semua Keputusan FOKSIKA PMII pada dasarnya diambil secara
musyawarah untuk mencapai mufakat

2. Apabila tidak tercapai mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak

BAB VIII
KEKAYAAN

Pasal 23

Kekayaan FOKSIKA PMII diperoleh dari:

  1. Uang Iuran
  2. Hasil Usaha Organisasi
  3. Sumber-sumber lainnya yang sah, halal dan tidak mengikat

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 24

Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh nMusyawarah Nasional Alumni PMII dengan sekurang-kurannya 2/3 yang hadir

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan organisasi lainnya;

Anggaran Dasar ini berlaku sejak ditetapkan


Ditetapkan di: Jakarta
Pada Tnggal: 26 September 2003

MUSYAWARAH NASIONAL III
FORUM SILATURAHMI DAN KOMUNIKASI KELUARGA ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
(FOKSIKA PMII)

PIMPINAN SIDANG PLENO

KETUA SEKRETARIS
ttd ttd

Drs. Isa Muchsin Drs. Mundiharno M.Si

Kamis, 08 Mei 2008

Maklumat PBNU tentang NU dan Pilkada

Hajatan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang marak belakangan ini, tampaknya cukup berpengaruh pada Nahdlatul Ulama (NU). Kader-kader NU pun bermunculan untuk tampil dan berpartisipasi dalam pesta demokrasi lokal itu.

Sejumlah masalah muncul. Tak sedikit pula dari pilkada itu berakhir dengan tindakan kekerasan. NU kena getahnya. Tarik-menarik kepentingan politik praktis yang melibatkan organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu pun tak terhindarkan.

1. Saya mengetengahkan pemikiran agar pilkada langsung dikembalikan ke pemilihan oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dimaksudkan untuk mengurangi beban polarisasi dalam masyarakat yang menumbuhkan konflik, persaingan tidak sehat, tumbuhnya broker-broker amatiran, serta ganasnya money politics (politik uang) di kalangan masyarakat luas. Hal ini, sama sekali bukan sebuah asumsi bahwa di tangan DPRD, rekayasa dan money politics akan hilang. Tapi, paling tidak, dibatasi eksesnya (akibat buruknya). Saya sadar bahwa elit politik pasti banyak yang keberatan. Sedangkan para pakar kenegaraan banyak yang setuju.

2. Karena pilkada tetap berjalan dan seterusnya berjalan, maka, tidak bisa lain, kecuali PBNU harus menentukan aturan main buat pengurus NU dan warga Nahdliyin (sebutan untuk warga NU).

3. Aturan tersebut cukup sederhana, yakni, warga NU bebas memilih; institusi NU atau simbol dan fasilitas NU tidak boleh dilibatkan. Pengurus harian NU atau badan otonom harus nonaktif selama proses pencalonan. Apabila yang bersangkutan terpilih, otomatis lepas dari pengurus karena tidak boleh dirangkap dengan jabatan publik. Apabila tidak terpilih, dia boleh kembali dengan persetujuan pihak yang dulunya memilih.

4. Banyak kritik pedas, bahkan cercaan terhadap beberapa tokoh NU yang mencalonkan atau dijadikan calon…… ‘sebagai tidak Khittah dan bersyahwat politik’. Padahal, Khittah 1926 dilakukan institusional. NU, sebagai organisasi, tidak mungkin ‘menghilangkan’ hak seorang warga negara yang ketepatan jadi NU untuk berpolitik. Yang bisa adalah mengatur mekanismenya. Sehingga, masalahnya bukanlah ‘syahwat’ politik atau ‘impotensi politik’. Namun, pengaturan mekanik yang sinergis. Cercaan itu disebabkan banyak hal. Misalnya: belum tahu duduk masalahnya, dirugikan kepentingan politiknya, atau belum kebagian porsi politik.

5. Contoh: Fauzi Bowo saat mencalonkan Gubernur DKI Jakarta, ia nonaktif sebagai Ketua Pengurus Wilayah NU. Jabatannya kemudian dilimpahkan pada Muhyidin Lc. Sekarang, ia terpilih dan proses pergantian SK (Surat Keputusan) oleh PBNU harus segera dilakukan. M Adnan (Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah), saat ini telah nonaktif, seharusnya juga demikian Saifullah Yusuf. Sedangkan Ali Maschan Moesa (Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur), harus nonaktif juga ketika nanti deklarasi (pencalonannya).

6. Banyaknya tokoh NU yang diambil sana-sini (baca: ditarik banyak kepentingan politik praktis) tidak mengindikasikan turunnya martabat NU selama aturan main dipakai. Dan, …apabila tidak selalu bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hal itu karena dua faktor. Pertama, kebebasan warga NU dan sudah lama ada gejala PKB gagal mewakili wacana dan aspirasi warga NU.

7. Terlalu banya pihak yang sangat khawatir kalau NU bersatu dalam satu titik pilihan menciptakan keruwetan tersendiri yang kadang-kadang menggunakan orang ‘dalam’ NU.

8. Jarang ada kiai sepuh yang mencalonkan jadi kandidat. Yang ada adalah beliau-beliau (para kiai) ditarik sana-sini sehingga berbahaya. Sedangkan, kebiasaan kiai selalu husnudzon (berbaik sangka) sehingga sering lupa bahwa yang dihadapi adalah politisi. Hal ini menjadi berat karena dalam 5 tahun, kita melakukan pemilihan umum sebanyak 6 kali: tingkat desa, tingkat kota/kabupaten, tingkat provinsi, pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, pemilihan anggota DPD RI.

9 . Kalau ada warga NU memiliih sesama orang NU atau yang cocok dengan NU, apanya yang salah? Kebebasan telah digariskan. Maka, kita ambil semua konsekuensinya.

Jakarta, 20 Februari 2008

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,

Hasyim Muzadi
Ketua Umum

SERUAN MORAL

Pres Release

Korwil FOKSIKA PMII JATIM 2008 -2011

Visi agung Hadratusysaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah serta para Alim Ulama mendirikan organisasi NU pada prinsipnya bertujuan untuk: MENEGAKKAN AJARAN ISLAM MENURUT PAHAM AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH DI TENGAH-TENGAH KEHIDUPAN MASYARAKAT, DI DALAM WADAH NKRI. Sedangkan untuk mewujudkan visi agung tersebut NU melakukan usaha diantaranya:

  1. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
  2. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  3. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
  4. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Akar terkuat tradisi Nahdlatul Ulama (NU) adalah ulama. Ketika ulama sudah rapuh dalam menegakkan komitmen moralitasnya, maka NU dipastikan tinggal menunggu komedi kehancurannya. Dan yang harus diingat, bahwa ulama itu bukan semata kiai. Ulama secara definitif sudah ditegaskan dalam Alquran; menguasai ilmu pengetahuan dan pelaku moralitas. Kiai, istilah sosial ciptaan masyarakat (Jawa) belakangan, khsususnya kaum nahdliyyin.

Sejak awal, NU didirikan sebagai organisasi sosial yang harus selalu mengasuh dan mengemong masyarakat. Selebihnya, untuk memenuhi tantangan sosial politik kebangsaan. Dua alur ini malah seringkali dilematis. Terdistorsi secara pragmatis. Kiai dan elit NU lebih banyak berseliweran sebagai "pedagang politik" dari pada pemegang teguh tradisi dan "nabi" moralitas di kalangan masyarakat.

Dalam perkembangannya, visi agung tersebut kini semakin jauh dari harapan dan cita-citanya. Setidaknya hal ini bisa dilihat dari kenyataan perilaku para pengurus maupun elit NU. NU kini hanya sekedar menjadi tunggangan politik dan alat politik bagi para pengurusnya. Maka tak ayal apabila keterpurukan bangsa ini semakin lama semakin menyesakkan dada, ironisnya para pengurus NU pun diam seribu basa.

Ketika harga beras naik NU DIAM, harga minyak goreng melambung NU DIAM, pendidikan mahal NU DIAM, tragedi Lumpur Lapindo NU DIAM, rakyat antri minyak tanah NU DIAM, harga gabah naik NU DIAM, pupuk langka dan mahal NU DIAM, harga susu melambung NU DIAM, listrik dan bbm naik NU DIAM, penggusuran NU DIAM, tragedi TKW NU DIAM….dan selalu DIAM ketika warganya terhimpit-sesak dalam kehidupan keseharian.

Situasi tersebut berbanding terbalik ketika memasuki situasi politik, seperti PEMILU serta PILPRES, PILGUB, PILBUB dan PIL-PIL lainnya. Setidaknya hal ini bisa dilihat saat menjelang PILGUB Jatim 2008. Berjejal-jejal mobil mewah parker dipelataran PWNU Jatim.

Pada situasi seperti inilah kita sebagai warga nahdliyyin tidak lagi bisa melihat kebesaran atas visi agung Hadratusysaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah serta para Alim Ulama lainnya.

Kiai dan elit NU bisa saja mengajar kejujuran di ruang majelis taklim, pengajian rutinan, atau juga di lingkungan pesantren. Tapi, keberanian mereka meneggakkan kejujuran di hadapan para warga masyarakat pada umumnya dan para warga nahdliyyin pada khususnya. Fitrah ulama sejak baheula senantiasa jujur terutama pada nurani sendiri dan tawadu di lingkungan sosial. Tidak pernah tergoda apalagi "memburu" pragmatisme sosial-politik dalam bentuk atau warna apa pun.

Atas Dasar pokok-pokok pikiran diatas, KORWIL FOKSIKA PMII Jawa Timur, direncanakan akan menggelar acara Pelantikan dan Seminar, dengan mengambil tema: Intelegensia Nahdliyyin dalam Relasi Kuasa menuju Demokrasi berkeadaban dan Kesejahteraan.

Acara tersebut, dimaksudkan sebagai upaya tanggung jawab moral para intelektual NU yang tergabung dalam organisasi FOKSIKA (Forum Komunikasi dan Silaturrahmi Keluarga Alumni PMII untuk mengembalikan visi – misi NU.

Selain itu acara dimaksudkan sebagai sebuah perjuangan untuk menyatakan diri dalam menghadapi tantangan dan perubahan Nahdliyyin. Dalam hal ini adalah tantangan yang paling besar adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan keterlambatan dalam menggapai kemajuan, serta ketidakadilan social ekonomi yang terus menggelayut entitas Nahdliyyin.

Adapun terkait dengan masalah PILGUB 2008 Jatim, FOKSIKA Jatim menyerukan untuk mendahulukan Ukhuwah Nahdliyyah dari pada terjebak pada figur-figur NU yang mencalonkan diri dalam Pilgub Jatim 2008.

Surabaya, 02 Mei 2008

KORWIL FOKSIKA JAWA TIMUR

A Yok Zakaria ERfani

Jumat, 25 April 2008

Jangan LUPA

diberiatahukan segenap warga PMII se Jawa Timur untuk hadir dalam acara PELANTIKAN dan SEMINAR di Hotel Elmi Surabaya, pada tanggal 03 Mei, Pukul 08.30 WIB. ini sebagai undangan. Yok//

Sabtu, 19 April 2008

Kader NU

PELANTIKAN FOKSIKA PMII JATIM& SEMINAR NASIONAL

intelegensia Nahdliyyin dalam Relasi Kuasa Menuju
Demokrasi Berkeadaban dan Kesejahteraan

Dasar Pemikiran
Hingga awal Era Reformasi, kajian intelegensia Muslim, khususnya sayap intelegensia nahdliyyin masih dilupakan para peneliti, kalaupun ada bias Weberian dan bersifat singkronik. Adalah pendekatan studi yang kurang memberikan penekanan pada aspek pentingnya perubahan formasi sosial dan struktur pendidikan nahdliyyin dalam membentuk intelegensia Muslim daripada memberikan penekanan pada aspek politik dan ekonomi yang diletakkan pada kerangka singkronik (perubahan dalam rentang pendek). Seharusnya pendekatannya bersifat diakronik, yaitu melihat perkembangan dan capaian prestasi intelegensia nahdhyyin dalam rentang sinambung perjalanan kuasa nahdhiyyin sejak kelahirannya (diakronik).

Model kajian singkronik itu bisa mengakibatkan miskonsepsi pembacaan realitas sejarah politik NU, misalnya soal kebijakan politik Kembali Khittah 1926 yang dipahami secara tidak tepat oleh sejumlah peneliti. Mereka memahami politik khittah secara dikhotomis, yaitu NU dan politik via avis negara.[1] Seharusnya dipahami sebagai perubahan strategi NU dan politik vis a vis membangun politik NU yang cerdas dan professional sebagai konsekwensi logis dari terjadinya perubahan formasi pendidikan, struktur kognitif, formasi diskursif nahdiiyyin, dan terbukanya ruang publik (public sphere) serta strutkur peluang politik yang terbuka lebar untuk semua anak bangsa.

Pandangan ini didasarkan pada ihtimaalaat bahwa pendidikan yang dicapai kaum nahdliyyin harus dilihat sebagai “medan gaya (force field)” yan kurang mendapat perhatian karena nyaris terjebak pada otoritas tradisional yang kini mulai terdistorsi sehingga kurang memberikan tempat pada hadirnya kelas baru intelegensia nahdhiyyin, lebih-lebih nahdliyyin Muslimah, dan nahdliyyin lainnya yang tidak terdeteksi yang berada diluar orbit tradisionalnya.

Sampai disini banyak peneliti yang keliru membaca NU dalam kancah politik nasional, kesimpulannya tidak tepat ketika membaca peran politik intelegensia Nahdliyyin Indonesia dalam rentang-sinambung (diakronik) Indonesia. Kesalahan ini dapat misalnya dilihat dalam karya akademis berhaluan Barat yang mengatakan bahwa politik Islam pada umunnya, dan politik NU pada khususnya di Indonesia kalah karena kalah dalam percaturan Senayan dan Istana. Mereka tidak mempertimbangkan bahwa pada masa itu telah terjadi gelombang pendidikan Islam dan perubahan formasi pendidikan kaum santri yang kelak menjadi intelegensia Muslim yang siap mengambil peran kopetitif politik nasional periode berikutnya. Munculnya sejumlah kabinet dari kalangan santri pada akhir Suharto dan reformasi dapat dijadikan contoh untuk itu.


Makna Intelegensia Nahdhiyyin dan Kuasa

Secara tradisional, intelegensia dapat dilihat dari dua perspektif. Marxian memandang bahwa pemikiran intelegensia ditentukan terutama oleh relasi mereka dengan struktur kekuasaan dan ekonomi. Sedangkan Weberian melihat bahwa pemikiran kaum intelegensia ditentukan oleh relasinya dengan pengetahuan (Miller, 1999). Keduanya mengandung banyak kelemahan, maka muncul pemikiran konvergensi yang mengakui bahwa pemikiran dan dinamika intelegensia ditentukan oleh interrelasi antara kuasa dan formasi pendidikan, struktur kognitif, dan diterminan budaya lainnya.

“Nahdliyyin” dalam kajian ini dipahami bukanlah sebuah penanda (signifier) terhadap setiap orang yang menganut NU semata dan juga bukan penanda kesalehan dalam bernahdliyyin, tetapi sebagai penanda dari tradisi dan haragah politik intelegensia Muslim yang berorientasi Aswaja yang terkonstruk lewat praktik diskursif dalam suatu momen historis tertentu dalam sejarah per-nahdlatululamaan sekala kebangsaan dan kerakyatan.

Dengan demikian “Nahdliyyin” dalam kajian ini mengandung makna sebagai jejaring dan relasi kuasa intelegensia NU dengan ihtimaalaat sebagai berikut. Pertama, Nahdliyyin dipahami sebagai kenyataan pluralitas bangsa Indonesia yang tercermin dalam posisi subyek, identitas kolektif, dan jaringan intelektual dari komunitas pesantren. Kedua, istilah “Nahdliyyin” menunjukkan “mayoritas dengan mentalitas minoritas”, yang hadir dalam perpolitikan nasional. Ketiga, istilah “Nahdliyyin” digunakan sebagai penanda dalam pertarungan memperebutkan klaim wakil Islam lintas etnis, geografis, dan diskursif serta lintas kepentingan dalam menghadapi kekuatan dan kepentingan kuasa lainnya. Keempat, istilah “Nahdliyyin” diartikan sebagai gemeinschaft baru dari rumah tradisional Aswaja untuk menangkal ancaman dari arus kuasa budaya non-pesantren dengan membangun kembali ideologi komunalnya yang kemudian terkenal dengan sebutan “Nahdhatul Ulama” (NU). Kelima, dalam kenyataan bahwa “Nahdliyyin” hingga kini masih menjadi entitas terserak yang belum mampu mejadi kekuatan tuan rumah di rumahnya sendiri karena seringkali gampang terseret pada pragmatisme politik jangka pendek.

Meminjam istilah Foucault, kuasa adalah “permainan strategis di antara para pihak yang memiliki kebebasan memilih” (strategic games between liberties). Lebih jauh, ia mengkritik teori tradisional yang mengatakan bahwa kuasa bersifat occasional, yaitu hanya dimiliki oleh yang berkuasa, di mana penggunaannya terserah kepada yang berkuasa. Kritik juga diberikan pada konsepsi Marxian yang mengatakan bahwa kuasa bersifat monolitik, yaitu dimiliki oleh negara atau sekelompok kecil orang. Pandangan ini menafikan aktor dan peran kekuatan sosial lainnya yang hidup dalam masyarakat sehingga tidak ada ruang bagi resistensi terhadap kuasa. Tidak kalah pentingnya, kritik juga diberikan pada pandangan yang menafikan peran politik makna dari pengetahuan dalam pertarungan kuasa (Foucoult, 1980:156-220).

Berdasarkan pandangan ini, intelegensia nahdliyyin memiliki peranan besar dalam mengarahkan arah kuasa membangun demokrasi berkeadaban dan kesejahteran untuk semua. Karena, di situlah terjadi permainan kuasa antara para pihak yang merdeka (srategic games between leberties) yang saling memberi dan mengambil (reversible) antara kuasa dominasi (domination) yang dimiliki penguasa dan kuasa perlawanan (resistention) yang dimiliki masyarakat

Dari paparan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa kuasa tidak saja berada dalam ranah politik, negara dan pemerintahan, tetapi juga berada dalam ranah pengetahuan dan masyarakat di mana intelegesia sebagai pelaku utamanya. Dengan demikian, dunia politik sebagai arena relasi kuasa dalam arti tindakan dan pertarungan kuasa tidak hanya ditentukan oleh penguasaan modal sosio-politik seperti partai, parlemen, dan atau oleh modal-ekonomis seperti uang dan sumber ekonomi lainnya, tetapi juga ditentukan oleh modal simbolis-kultural seperti pendidikan, formasi diskursif dan sistem pemaknaan yang lain.

Berdasarkan pemahaman ini, tidaklah heran bila banyak pengamat yang salah menyimpulkan bahwa politik nahdhiyyin di Indonesia sekarang ini mengalami kekalahan karena mereka memandang kuasa dipahami hanya sebagai ranah politik, negara dan pemerintahan semata. Namun bila kuasa dipahami sebagai ranah pengetahuan di mana intelegensia sebagai arus utamannya, maka politik nahdhiyyin Indonesia kini mengalami kemenangan karena intelegensia nahdliyyin terus mengalami proses regenerative capacity dalam menghadapi tuntutan dan perubahan keummatan.

Alhasil, “intelegensia Nahdliyyin” dalam pertarungan kuasa dipahami sebagai berikut, yaitu:

1. Intetelegensia nahdliyyin adalah sebuah entitas kolektif dan sebuah substratum pemikir, perumus, artikulator dari identitas kolektif yang di bangun jauh dari sekedar sekelompok orang yang disatukan oleh kepentingan intelektual tertentu, dan pandangan yang bersifat ekonomis dan politis, serta atas penerimaan terhadap budaya yang lebih luas daripada batas tradisionalnya;

2. Dinamikanya dipahami sebagai sebuah perjuangan untuk menyatakan diri dalam menghadapi tantangan dan perubahan atau struggle for the real of Nahdliyyin. Baginya, tantangan yang paling besar dan menahun adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan keterlambatan dalam menggapai kemajuan, serta ketidakadilan sosial dan ekonomi yang terus mengelayut entitas nahdliyyin.

Tema dan Signifikansi Seminar

Tema seminar ini adalah Intelegensia Nahdliyyin dan Relasa Kuasa Menuju Demokrasi Berkeadaban dan Kesejahteraan”.

Tema ini dipilih karena beberapa alasan.

1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2008-2013 yang diikuti oleh sejumlah intelegensia nahdliyiin, yaitu Ali Maschan Musa, Khofifah Indar Parawansa, Saifullah Yusuf, dan Achmadi, harus dipandang sebagai momentum yang diberikan oleh struktur kesempatan politik (political ooportunity structure) bagi nahdliyyin untuk menggapai kuasa yang berorientasi pada demokrasi berbasis keadaban dan kerakyatan.

2. Pencalonan itu penting diletakkan pada kerangka membangun kesadaran diskursif dan harakah melawan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dan ketidakadilan yang melanda masyarakat Jawa Timur yang nota beni kaum Nahdliyyin, aghlabuha. Maka, pembangunan demokrasi yang berkeadaban merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

3. Adalah dalam rangka untuk membangun tradisi politik demokrasi yang berkeadaban, yaitu tradisi yang menghargai prinsip ”Nahdliyyin identity in differense” dan “difference in Nahdliyyin identity” yang didasari oleh semangat tawazun, i’tidal, dan taaluf. Melalui eksperimen pemilihan gubernur inilah, perjuangan tersebut menjadi tugas profetik intelegensia nahdliyyin.

Waktu dan Tempat :

Sabtu, Tanggal 03 Mei 2008, Pukul 08.30 WIB. di Hotel Elmi Jl. Panglima Sudirman Surabaya.


Peserta
Kegiatan ini akan melibatkan 300 orang, meliputi: Foksika PMII, Mabinda PMII, PMII, se-Jawa Timur, serta undangan lainnya.

Nara Sumber:

Ali Maschan Musa (Calon Wakil Gubernur), Achmady (Calon Gubernur), Saifullah Yusu Calon Wakil Gubernur), Khofifah Indar Parawansa (Calon Gubernur), Daniel Sparinga (Pengamat Politik), Arif Mudatsir Manan (kornas foksika), Kacung Marijan (Akademisi)

Key note Speaker:

Achmad Bagja (Ketua FOKSIKA) & Surya Dharma Ali (Alumni PMII)

Follow Up Kegiatan

Penerbitan buku. Selain memuat hasil-hasil Seminar, adalah kumpulan tulisan dari beberapa alumni. Yang selanjutnya buku tersebut akan di sebarkan dalam arena Munas Foksika serta PMII pada umumnya.

Penutup

Demikian Proposal ini dibuat, semoga bisa dijadikan acuan dan rujukan dalam mensukseskan kegiatan dan sukses visi FOKSIKA PMII dalam mengemban perubahan.



[1] Ada dua perspektif dalam membaca kelahiran Kembali ke Khittah 1926. Perspektif pertama, bahwa kembali ke Khittah 1926 merupakan bagian rekayasa besar untuk melumpuhkan kekuatan politik NU. Perspektif kedua, bahwa kembali ke Khittah 1926 dipandang sebagai konsekwensi logis dari kian membesarnya kelas menengah baru dari kalangan nahdhiyyin terdidik yang membutuhkan medan bagi aktualisasi dan perlawanan terhadap marginalisasi ekonomi dan politik kaum nahdhiyyin.. Perspektif ketiga, bahwa kelahiran Khittah 1926 dipandang sebagai hasil kombinasi pertarungan kuasa nahdhiyyin demi kepentingan politiko-ekonomi (kelas) dengan kepentingan identitas-kultural (status) NU.


Blogspot Template by foksika design